Selamat datang di SYIFA AL QULUB

Makna dan Nilai Idul Adha

0 komentar

Islam merupakan agama terakhir yang berstatus ajaran samawi paripurna bagi seluruh manusia dengan pembawa risalah Nabi Muhammad SAW. Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasulullah SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah bagi umat manusia sepanjang masa, yang menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai Nabi akhir zaman yang membawa kabar gembira bagi umatnya yang bertaqwa dan kabar duka bagi umatnya yang durhaka, ialah ajaran yang diturunkan Allah yang tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi yang shahih (maqbul) berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat. Ajaran Islam bersifat menyeluruh antara satu dengan lainnya berjalan integratif, dari hal yang bersifat aqidah, akhlaq, ibadah, dan interaksi sosial (mu’amalah).

Kilas awal tentang Idul Adha
Idul Adha merupakan istilah yang tidak asing bagi keseluruhan umat muslim, karena idul adha merupakan agenda tahunan umat muslim untuk diperingati. Dalam sejarah islam, shalat idul adha disyariahkan pada tahun pertama hijriah sebagai upaya merubah kebiasaan penduduk madinah yang menjadikan hari tersebut sebagai hari yang identik dengan hal-hal negatif. Di dalam hadits Nabi dijelaskan:

عن أَنَس بْن مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ. (رواه احمد, والحاكم, والطبراني والبيهقي)

Makna dan Nilai Idul Adha, Aktualisasi Nilai Idul Adha, Ucapan Hari Raya Idul AdhaArtinya: diceritakan dari Anas Ibn Malik ra, ia menuturkan ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah mereka mempunyai dua hari yang dijadikan hari untuk bermain (melakukan hal-hal tidak bermanfaat), kemudian Rasulullah SAW menanyakan tentang hari tersebut seraya berkata: hari apa ini? Mereka menjawab: kami bermain-main di dalam dua hari tersebut selama masa jahiliyah. Maka kemudian, beliau bersabda: Sesungguhnya Allah yang maha mulia telah menggantinya untuk kalian dengan nilai yang lebih baik yaitu hari idul fitri dan idul adha. (HR. Ahmad, Hakim, at-Thabrani dan Baihaqi)
Dijelaskan dalam beberapa literatur bahwa kebiasaan masyarakat jahiliyah pada waktu antara lain adalah bermain senjatan (pedang), menabuh rebana dan hal-hal lain yang sifatnya negatif. Kemudian, islam datang dengan konsep perubahan yang lebih baik dengan label hari raya. Baik hari raya idul fitri atau idul adha dengan muatan-muatan takbir dan amalan-amalan baik lainnya.

Idul adha dalam lintasan peristiwa
Idul adha merupakan bagian dari berbagai peristiwa yang terjadi dan disyariahkan di bulan dzulhijjah yang merupakan bulan kedua belas dalam kalender islam. Ada banyak peristiwa yang terjadi dan menjadi lambang keagungan bulan dzulhijjah, berkenaan dengan idul adha atau juga disebut dengan hara raya kurban ini peristiwa perjalanan spritual Nabi Ibrahim a.s dan putranya Ismail a.s menjadi lambang terbesar akan ajaran ini. Al-Qur’an menceritakan kisah tersebut dalam surah al-shaffat ayat 99-102.

Ada peristiwa besar lainnya yang terjadi pada bulan dzulhijjah, antara lain adalah diampuninya Nabi Adam a.s pada satu dzulhijjah, pada tanggal 4 dzulhijjah Jengis Khan dan pasukannya berhasil menaklukan kota Bukhara (masuk wilayah negara Uzbekistan), 11 dzulhijjah Panglima Islam Shalahuddin Al-Ayubi bersama pasukannya berhasil menaklukkan benteng pertahanan ‘Azaz, 18 dzulhijjah wafatnya khalifah Utsman Ibn Affan, 23 dzulhijjah wafatnya khalifah Umar Ibn Khattab pada 23 H, dilahirkannya putra Rasulullah yaitu Ibrahim dari istri beliau yang bernama Mariyatul Qibtiyah pada 8 Hijriyah dan peristiwa besar lainnya.

Idul adha dan solidaritas sosial
Berkenaan dengan momentum peringatan idul adha ini, paling tidak ada beberapa nilai dasar yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sosial masyakat. Antara lain adalah:

    Idul adha merupakan hari perubahan menuju yang lebih baik sebagaimana terungkap di dalam hadits di atas.
    Idul adha menjadi lambang dari pentingnya totalitas dalam berbagai aktivitas, khusunya dalam konteks pengamalan dan penghambaan diri kepada yang Maha Esa. Sebagaimana tercermin di dalam kisah antara Ibrahim a.s dan putranya Ismail.
    Idul adha merupakan hari untuk berbagi, hal ini ditunjukkan dengan disyariahkannya kurban yang secara dalil sangat kuat. Karena dijelaskan langsung oleh al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’ seperti di dalam surah al-Kautsar, hadits nabi :

    عَنْ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ مَنْ فَعَلَهُ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلُ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنْ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ فَقَامَ أَبُو بُرْدَةَ بْنُ نِيَارٍ وَقَدْ ذَبَحَ فَقَالَ إِنَّ عِنْدِي جَذَعَةً فَقَالَ اذْبَحْهَا وَلَنْ تَجْزِيَ عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ قَالَ مُطَرِّفٌ
    عَنْ عَامِرٍ عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ

    Artinya: diceritakan dari Al Barra` radliallahu ‘anhu dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang pertama kali kita lakukan pada hari ini (‘iedul adha) adalah mengerjakan shalat kemudian pulang dan menyembelih binatang kurban, barangsiapa melakukan hal itu, maka dia telah bertindak sesuai dengan sunnah kita, dan barangsiapa menyembelih biantang kurban sebelum (shalat ied), maka sesembelihannya itu hanya berupa daging yang ia berikan kepada keluarganya, tidak ada hubungannya dengan ibadah kurban sedikitpun.” Lalu Abu Burdah bin Niyar berdiri seraya berkata; “Sesungguhnya aku masih memiliki jad’ah (anak kambing yang berusia dua tahun), maka beliau bersabda: “Sembelihlah, namun hal itu tidak untuk orang lain setelahmu.” Muttharif berkata; dari ‘Amir dari Al Barra`, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menyembelih (hewan kurban) setelah shalat (ied) maka ibadah kurbannya telah sempurna dan dia telah melaksanakan sunnah kaum Muslimin dengan tepat.”(HR. Bukhari)
    Idul adha merupakan momentum untuk saling mengasihi, berkenaan dengan poin ini antara lain ada sabda Nabi SAW:

    عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو القَعْدَةِ، وَذُو الحِجَّةِ، وَالمحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ، أَيُّ شَهْرٍ هَذَا؟ ” قُلْنَا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ، قَالَ: «أَلَيْسَ ذَا الحِجَّةِ؟» قُلْنَا: بَلَى، قَالَ: «أَيُّ بَلَدٍ هَذَا؟» قُلْنَا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ، قَالَ: «أَلَيْسَ البَلْدَةَ؟» قُلْنَا: بَلَى، قَالَ: «فَأَيُّ يَوْمٍ هَذَا؟» قُلْنَا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ، قَالَ: «أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ؟» قُلْنَا: بَلَى، قَالَ: ” فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ – قَالَ مُحَمَّدٌ: وَأَحْسِبُهُ قَالَ – وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، وَسَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ، فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ، أَلاَ فَلاَ تَرْجِعُوا بَعْدِي ضُلَّالًا، يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ، أَلاَ لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الغَائِبَ، فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ يَبْلُغُهُ أَنْ يَكُونَ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ – وَكَانَ مُحَمَّدٌ إِذَا ذَكَرَهُ قَالَ: صَدَقَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَالَ – أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ، أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ مَرَّتَيْنِ “

    Artinya: diceritakan dari Abu Bakrah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Sesungguhnya zaman itu terus berputar sama seperti saat Allah menciptakan langit dan bumi, setahun ada dua belas bulan, dan empat di antaranya adalah bulan-bulan haram, dan tiga di antaranya adalah bulan-bulan yang berurutan yaitu; Dzul Qa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Sedangkan bulan Rajab adalah bulan Mudzar yaitu bulan yang terletak antara Jumadil Akhir dan Sya’ban.” (beliau bertanya): “Bulan apakah sekarang ini?” kami menjawab; “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau terdiam beberapa saat, hingga kami menduga bahwa beliau akan menyebutnya dengan nama yang lain, lalu beliau bersabda: “Bukankah sekarang bulan Dzulhijjah?” kami menjawab; “Benar.” Beliau bertanya lagi: “Negeri apakah ini?” kami menjawab; “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau terdiam beberapa saat, hingga kami menduga beliau akan menyebutnya dengan nama yang lain, lalu beliau bersabda: “Bukankah sekarang kita berada di negeri Baldah?” kami menjawab; “Benar.” Beliau kembali bertanya: “Hari apakah ini?” kami menjawab; “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau terdiam beberapa saat, hingga kami mengira beliau akan menyebutnya dengan nama yang lain. Kemudian beliau bersabda: “Bukankah sekarang adalah hari Nahr (kurban)?” kami menjawab; “Benar.” Beliau kemudian bersabda: “Sesungguhnya darah kalian, harta bendamu -Muhammad berkata; saya kira beliau juga bersabda: dan kehormatan kalian- adalah haram atas diri kalian, seperti haramnya harimu sekarang ini, di negerimu ini, dan di bulan kalian ini. Sesungguhnya kalian pasti akan bertemu dengan Rabb kalian (di hari kiamat kelak), dan Dia akan menanyakan tentang semua amal perbuatan kalian. Oleh karena itu, sepeninggalku nanti, janganlah kalian kembali kepada kesesatan -dimana sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lain-, hendaknya orang yang hadir pada saat ini menyampaikan kepada orang yang tidak hadir! bisa jadi orang yang mendengar dari mulut kedua justru lebih menjaga apa-apa yang di dengarnya daripada orang yang mendengarnya secara langsung.” Sedangkan apabila Muhammad menyebutkan hadits tersebut, dia berkata; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam benar.” Setelah itu beliau bersabda: “Bukankah aku telah menyampaikannya, bukankah aku telah menyampaikannya?! Hingga dua kali.(HR. Bukhari)
   Idul adha merupakan momentum untuk menjaga soliditas dan mengasah solidaritas antar sesama muslim yang ditandai dengan shalai id berjamaah.

Demikian yang bisa saya share saat, sampai jumpa di postingan berikutnya. Terima Kasih
Share this article :
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Petotu

Posting Komentar

KOMENTAR ANDA SAYA BUTUHKAN
KOMENTAR ANDA AKAN SANGAT MEMBANTU SAYA
KOMENTAR ANDA MENJADI KEBANGGAAN SAYA
KOMENTAR ANDA LEBIH BERHARGA DARI BERLIAN

 
Support : Cara Gampang | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. SYIFA AL-QULUB - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger